Jumat, 01 Mei 2015

Ekonomi Indonesia dalam Perspektif Hukum dan Realitas

Negara Hukum Indonesia jelas bukan sekedar kerangka bangunan formal tapi lebih daripada itu ia merupakan manifestasi dari nilai-nilai dan norma-norma, seperti, kebersamaan, kesetaraan, keseimbangan, keadilan yang sepakat dianut bangsa indonesia. Nilai-nilai luhur itu berasal dari berbagai sumber seperti, agama, budaya, Social, serta pengalaman hidup bangsa Indonesia. Permasalahan Penegakan hukum (Law Enforcement) senantiasa menjadi persoalan menarik banyak pihak. Terutama karena adanya ketimpangan interaksi dinamis antara keadaan ekonomi di Indonesia dengan aspek hukum dalam realita.
            Terciptanya suatu masyarakat yang adil dan makmur adalah cita-cita setiap negara. Keadilan dan kemakmuran bukanlah dua hal yang mudah atau gampang untuk diwujudkan. Untuk mewujudkannya perlulah komitmen kebangsaan yang konsekwen dan sungguh-sungguh. Cermatilah realitas yang ada di Indonesia, keadilan dan kemakmuran nampaknya menjadi dua hal imposible. Mengapa demikian? Realitas yang ada membuktikan bahwa keadilan dan kemakmuran jauh dari negara ini. Di mana-mana terjadi ketidakadilan, yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin terus melarat. Kemiskinan tampaknya bukan lagi masalah baru yang ada di dunia, terlebih di negara Indonesia. Nampaknya kemiskinan telah menjadi nenek moyang kita yang terus hadir dan mendampingi kita hingga saat ini.
Masalah kemiskinan bukanlah suatu masalah yang timbul dengan sendirinya atau tanpa sebab. Kemiskinan dan pemerkosaan hak-hak kaum kecil bukanlah terjadi secara alamiah, melainkan terjadi karena ketidakadilan. Ketidakadilan bukanlah barang atau sesuatu yang unik dan langkah dalam pengalaman kita, namun sudah menjadi hal yang biasa dan mungkin sering menjadi konsumsi kita dalam hidup setiap hari, tapi apakah itu benar? Jawabannya  kita sendiri yang tahu.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa keadilan dalam bidang ekonomi di negara kita belum terwujud sebagaimana yang diharapkan. Pancasila dan UUD’45 telah menegaskan hal itu, namun sampai saat ini bangsa Indonesia, pemerintah dan masyarakat masih terus berupaya kearah itu, yakni upaya untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu aspek dari keadilan sosial adalah keadilan di bidang ekonomi. Berikut ini adalah sedikit penjelasan kami mengenai (masalah) keadilan dalam bidang ekonomi yang ada di negara Indonesia.

Ekonomi dan Hukum Ekonomi

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.

Sehingga, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.

Hukum Ekonomi di bedakan menjadi 2,yaitu :

1. Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara Nasional.

2. Hukum Ekonomi social, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembangian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.

Asas-asas hukum ekonomi indonesia :
a. Asas manfaat
b. Asas keadilan dan pemerataan yang berperikemanusiaan.
c. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan.
d. Asas kemandirian yang berwawasan kebangsaan.
e. Asas usaha bersama atau kekeluargaan
f. Asas demokrasi ekonomi.
g. Asas membangun tanpa merusak lingkungan.

Dasar hukum ekonomi Indonesia :
a. Uud 1945
b. Tap mpr
c. Undang-undang
d. Peraturan pemerintah
e. Keputusan presiden
f. Sk menteri
g. Peraturan daerah

Ruang lingkup hukum ekonomi jika didasarkan pada klasifikasi internasional pembagiannya sbb:
1. Hukum ekonomi pertanian atau agraria,
2. Hukum ekonomi pertambangan.
3. Hukum ekonomi industri, industri pengolahan
4. Hukum ekonomi bangunan.
5. Hukum ekonomi perdagangan, termasuk juga norma-norma mengenai perhotelan dan pariwisata.
6. Hukum ekonomi prasarana termasuk gas, listrik air, jalan.
7. Hukum ekonomi jasa-jasa, profesi dokter, advokad, pembantu rumah tangga, tenaga kerja.
8. Hukum ekonomi angkutan.
9. Hukum ekonomi pemerintahan termasuk juga pertahanan dan keamanan (hankam) dll.

Sumber Hukum Ekonomi :

a. Meliputi : perundang-undangan; perjanjian; traktat;jurisprudensi; kebiasaan dan pendapat sarjana (doktrin)
b. Tingkat kepentingan dan penggunaan sumber-sumber hukum. Hal ini sangat tergantung pada kekhususan masing-masing masalah hukum atau sistem hukum yang dianut di suatu negara.

Fungsi Hukum Ekonomi dalam Pembangunan :
a. Sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan
b. Sebagai sarana pembangunan
c. Sebagai sarana penegak keadilan
d. Sebagai sarana pendidikan masyarakat

Tugas Hukum Ekonomi :
a. Membentuk dan menyediakan sarana dan prasarana hukum bagi
b. Peningkatan pembangunan ekonomi
c. Perlindungan kepentingan ekonomi warga
d. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
e. Menyusun & menerapkan sanksi bagi pelanggar
f. Membantu terwujudnya tata ekonomi internasional baru melalui sarana & pranata hukum.

Pemahaman tentang Keadilan dan Ekonomi

1. Konsep tentang keadilan

Setiap orang mendambakan keadilan. Dambaan akan keadilan menyebabkan orang terus memperjuangkan keadilan. Keadilan terus-menerus dicari dan diperjuangkan. Perjuangan dan pencarian keadilan ini sudah berlangsung sejak lama (sejak zaman dahulu). Orang dengan kemampuan dan usaha yang besar terus-menerus memperjuangkan keadilan. Apa sebenarnya keadilan itu sampai orang terus memperjuangkannya?

1.1. Menurut pemahaman beberapa filsuf

a. Pandangan Socrates tentang keadilan

Socrates berpandangan bahwa keadilan adalah keadaan di mana pemerintah dengan rakyatnya terdapat saling pengertian yang baik. Bila para penguasa telah mematuhi dan mempraktekkan ketentuan-ketentuan hukum dan bila pemimpin negara bersikap bijaksana dan memberi contoh kehidupan yang baik. Tegasnya keadilan itu tercipta bilamana setiap warga sudah dapat merasakan bahwa  pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Dari pandangan ini keadilan hanya dititik beratkan pada para pemimpin atau pejabat saja.

b. Pandangan Plato tentang Keadilan

Plato berpandangan bahwa keadilan adalah ikatan yang mempersatukan suatu masyarakat, suatu persatuan yang harmonis dari individu-individu, di mana masing-masing menunaikan tugas hidupnya sesuai dengan bakat dan pendidikannya.

c. Pandangan Aristoteles tentang keadilan

Lain halnya dengan Socrates dan Plato, Aristoteles mengemukakan pandangannya tentang keadilan. Keadilan menurut Aristoteles adalah berhubungan dengan tingkah laku manusia, yakni mengenai kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan ini dimaksudkan  sebagai titik tengah di antara dua ujung ekstrim yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Ini berarti bahwa keadilan merupakan keadaan yang setara atau sesuai dengan proporsi.

d. Pandangan Kong Hu Cu tentang keadilan

Kong Hu Cu berpandangan bahwa keadilan adalah keadaan di mana anak berperan sebagai anak, ayah sebagai ayah, raja sebagi raja masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Kong Hu Cu mengartikan keadilan merujuk pada pelaksanaan peran dan fungsi masing-masing dari suatu status tertentu.

1.2. Pandangan Kaum Komunis tentang keadilan

Bagi kaum Komunis, yang disebut keadilan ialah apabila masing-masing orang mendapat bagian yang sama. Hal ini tercermin dari doktrin mereka “sama rata sama rasa”.

1.3. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia

WJS Poerwadarminta dalam KUBI mengartikan kata adil dengan tidak berat sebelah atau tidak memihak.
Keadilan pada umumnya adalah keadaan atau situasi di mana setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan kita besama. Dengan demikian berarti bahwa keadilan adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban. Berbuat adil berarti menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sebaliknya berbuat tidak adil berarti menginjak-injak harkat dan martabat manusia.

Keadilan itu dapat dibagi dua:

Keadilan Individual: Keadilan yang tergantung dari kehendak baik atau buruk dari masing-masing individu. Ini berarti bahwa keadilan individu tergantung pada sikap seorang individu.

Keadilan Sosial:  Keadilan yang pelaksanaanya tergantung dari struktur-struktur kekuasan dalam masyarakat. Maka membangun keadilan sosial berarti menciptakan struktur-struktur yang memungkinkan pelaksanaan keadilan.

1.4. Karakteristik Keadilan
Karakteristik keadilan menurut John Stuart Mill (1806-1873):
Keadilan menyangkut penghargaan atas hak legal
Keadilan menyangkut penghargan atas hak moral
Keadilan menyangkut/ berhubungan dengan kepatuhan dalam konteks komparasi
Keadilan menyangkut hal kepercayaan
Keadilan menyangkut sikap netral
Keadilan berkaitan dengan kesamaan nilai

2. Konsep tentang ekonomi

Ekonomi berasal dari kata Yunani, yakni oikonomia yang berarti keahlian mengurus rumahtangga secara bijaksana dan teratur. Bilamana orang mendapat hasil sebesar-besarnya dengan pengeluaran. Usaha dan alat sesedikit mungkin, maka ia bertindak ekonomis rasional.
Para ahli, merumuskan ekonomi sebagai usaha dan tindakan manusia untuk mencukupi kebutuhannya akan benda-benda, yang terbatas jumlahnya. Tujuan setiap ekonomi adalah untuk menciptakan keseimbangan tetap antara kebutuhan dan persediaan. Karena baik jumlah penduduk dan konsumsi senantiasa bertambah, maka kebutuhan terus-menerus meningkat.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan keadilan dalam bidang ekonomi adalah satu keadaan atau situasi di mana setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya. Ini lantas berarti bahwa keadilan dalam bidang ekonomi adalah perlakuan yang adil bagi setiap orang untuk mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada.

II.   Realitas Ketidakadilan dalam bidang Ekonomi di Indonesia

Dalam sejarahnya masyarakat Indonesia mengalami berbagai cara pengaturan ekonomi. Sebelum penjajahan Belanda dan Jepang, rupanya ada semacam sistem pengaturan yang bercorak feodal sesuai dengan sistem sosial kemasyarakatan yang ternyata tumbuh waktu itu. Sistem itu tampaknya cukup memuaskan semua pihak: yang di atas mendapat banyak hak tetapi juga memberikan banyak, yang di bawah mendapat sedikit tetapi toh merasa bahagia karena dilindungi. Di kalangan rakyat sendiri terasakan ketenteraman serta kesamaan nasib, bebas dari persaingan maupun kecemburuan sosial, sebab kemakmuran mereka rata-rata sama saja. Bahwa para rakyat itu kaya, itu mereka maklumi, bahkan mereka dukung dengan senang hati. Kalau raja makmur, mereka kan juga bangga!
Dengan kedatangan penjajah Belanda, sistem feodal itu di beberapa tempat “didampingi” dengan usaha-usaha dan pengaturan ekonomi “kapitalis”. Orang-orang Belanda memanfaatkan kekuasaan politis mereka untuk mencari keuntungan besar melalui perusahaan-perusahaan besar maupun melalui peraturan-peraturan yang menunjang usaha itu. Sementara itu, sistem feodal masih dibiarkan berjalan di banyak tempat, karena tidak dirasakan sebagai penghalang yang berarti bagi usaha kapitalis mereka.

Menurut banyak pengamat, dua sistem ekonomi masyarakat tersebut bertahan cukup lama setelah kemerdekaan. Memang, secara teoretis telah diusahakan perencanaan ekonomi masyarakat berdasarkan sistem-sistem ekonomi klasik, kadang-kadang sistem pasar bebas, kadang-kadang sistem ekonomi komando. Tetapi dalam kenyataan yang sesungguhnya rupanya sistem feodal dan sistem kapitalis itulah yang lebih berjaya. Bahkan ada yang menyatakan bahwa hal itu masih berlaku sampai sekarang, walaupun “yang di atas” dan “yang berkapital” bukan lagi para raja atau tuan-tuan Belanda, melainkan penguasa-penguasa politik dan ekonomi yang baru.
Sistem foedal dan sistem kapitalis bagi kita yang secara sepihak akan mengatakan bahwa kedua sistem itu bukanlah sistem yang tepat dan adil sebab masih ada yang mengalami kemelaratan dan perlakuaan yang tidak adil. Tapi itu adalah sejarah yang terjadi di masa lalu. Lantas bagaimana dengan keadaan ekonomi kita sekarang ini? Sudahkah masyarakat kita hidup dalam kemakmuran dan keadilan? .

Hidup dalam kemakmuran dan keadilan nampaknya adalah satu mision imposible, tapi rasa-rasanya bisa saja mungkin. Argumen kami tentang keadilan dan kemakmuran adalah satu misi yang tidak mungkin karena kami melihat realitas dunia terlebih yang ada di Indonesia masih banyak terjadi kepincangan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, teristimewa dalam segi ekonomi. Dalam sejarah perekonomian kita telah terjadi banyak penyimpangan dan penyesatan yang menyebabkan banyak masyarakat mengalami kemelaratan dan bahkan kemiskinan. Kemelaratan ini disebabkan oleh ketidakadilan. Konsumerisme telah mengakibatkan banyak kaum lemah merasa dirugikan. Seperti halnya dengan adanya perlakuan yang tidak adil terhadap kaum buruh, upah yang rendah. Ini merupakan satu contoh konkret dari bentuk ketidakadilan yang terjadi. Upah yang terlalu rendah berarti buruh tidak mendapatkan atau memperoleh bagian yang wajar dari nilai yang diciptakannya dalam pekerjaannya. Jadi buruh hanya memperoleh sebagian dari pekerjaannya, sisanya diambil oleh majikan, inilah ketidakadilan. Namun, majikan dengan rasionalisasi berargumen bahwa hubungan antara buruh dan majikan berdasarkan suatu kontrak yang bebas dan karena itu dianggap adil, padahal buruh tidak mempunyai pilihan lain karena harus hidup. Karena buruh terjepit tenaganya bisa dihisap atau dikerut. Contoh perlakuan terhadap kaum buruh ini hanya merupakan salah satu contoh ketidakadilan yang terjadi di bidang ekonomi, contoh-contoh lain seperti komersialisme para TKW dan gadis-gadis yang dijadikan wanita penghibur, kenaikan harga barang yang tidak sesuai dengan pendapatan masyarakat, khususnya masyarakat kecil dan marginal.

Sadar atau tidak sadar, de facto telah terjadi banyak ketidakadilan yang menyengsarakan rakyat.
Pertanyaannya sekarang: Apakah keadaan terpuruk seperti ini dapat diatasi? Realitas di atas telah menunjukkan secara jelas bahwa pertanyaan ini telah digumuli sejak dahulu kala. Namun hasilnya masih tetap sama saja. Akar permasalahannya kirannya jelas bahwa terjadi suatu praktek ketidakadilan dalam bidang ekonomi. Lantas, apa yang hendak diperbuat untuk mengatasi realitas ketidakadilan tersebut? Pertanyaan ini mengacu pada suatu pertanyaan lanjutan: Bagaimana dapat mewujudkan keadilan itu? Pokok ini akan dibahas secara khusus dalam bagian berikut.

III. Mewujudkan Keadilan dalam bidang Ekonomi

Keadilan dalam bidang ekonomi merupakan bagian dari keadilan sosial. Keadilan sosial seperti yang telah dipaparkan dalam pertama, yakni keadilan yang pelaksanaanya tergantung dari struktur-struktur kekuasan dalam masyarakat. Maka membangun keadilan sosial berarti menciptakan struktur-struktur yang memungkinkan pelaksanaan keadilan. Struktur-stuktur itu menyangkut bidang politik, ekonomi, hukum, budaya, pertahanan dan keamanan. Untuk mewujudkan keadilan sosial itu berarti bahwa keadilan dalam bidang ekonomi pun harus terwujud.

Dalam batang tubuh UUD’45 pasal 33 dengan bagus diungkapkan dua ketentuan yang amat penting: suatu pembatasan hak milik pribadi mutlak terhadap alat-alat produksi, dan suatu penetapan  tujuan dan tanggung jawab usaha ekonomi yang harus dijamin oleh negara, ialah sebesar-besarnya oleh kemakmuran rakyat. Pernyataan dalam UUD’45 ini secara jelas dan dengan resmi menetapkan bahwa pembangunan ekonomi harus demi untuk kesejahteraan rakyat. Ini berarti bahwa pembangunan yang terjadi hanya demi kepentingan pribadi atau golongan secara ekstrim dapat dikatakan tidak adil atau tidak sesuai dengan komitmen kebangsaan.

Keadilan dalam bidang ekonomi hanya akan terwujud apabila orang menyadari akan pentingnya keadilan itu sendiri bagi kehidupan, bukan hanya sekedar menyadarinya namun mengamalkannya. 

Hal pertama yang perlu dicermati dan dipahami adalah landasan hukumnya. Dalam pasal 33 UUD’45 termaktub 5 ciri sistem perekonomian Pancasila, yakni:

Pertama, dalam sistem ekonomi pancasila koperasi adalah sokoguru perekonomian.

Kedua, perekonomian Pancasila digerakkan oleh ransangan-ransangan ekonomi, sosial dan yang palin penting adalah moral.

Ketiga, perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dalam perekonomian Pancasila terdapat solidaritas sosial;

Keempat, perekonomian Pancasila berkaitan erat dengan Persatuan Indonesia, yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi.

Kelima, sistem perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya keseimbangan antara perencanaan sentral dengan tekanan dan desentralisasi di dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekonomi.

Jelaslah bahwa perekonomian diatur dalam perudang-undangan dan untuk itu perlulah untuk ditaati dan diamalkan dalam setiap segi kehidupan.

Ada beberapa hal yang kiranya boleh menjadi solusi bagi perwujudan keadilan dalam bidang ekonomi:

Pertama-tama perlulah dirumuskan apa yang menjadi tujuan suatu usaha untuk menciptakan suatu keadilan ekonomi. Penghapusan ketidakadilan yang paling kasar kami anggap sebagai suatu yang adil yang harus menjadi tujuan pembangunan yang paling pertama. menurut hemat kami, keadilan sekurang-kurangnya menuntut agar diubah struktur-struktur yang memaksa seseorang untuk tetap miskin dan yang membuatnya sedemikian tak berdaya sehingga ia menjadi korban segala macam penindasan. Jadi penghapusan syarat-syarat yang mengabdikan kemiskinan dan penindasan terhadap orang lemah itulah yang kami anggap tujuan terpenting dan paling pertama dalam setiap usaha untuk mengubah masyarakat.

Kiranya perlu diadakan penilaian kembali terhadap fungsi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang cepat justru sering memperkaya mereka yang sudah kaya. Maka perlu diusahakan suatu pertumbuhan ekonomi di mana pembagian hasil-hasilnya yang lebih adil sudah termasuk struktur produksi.
Perlu dipikirkan kembali apa yang seharusnya menjadi tujuan suatu pembangunan yang mau menciptakan prasarana-prasarana bagi perkembangan anggota-anggota masyarakat sebagai manusia-manusia yang utuh.

Ketidakadilan ekonomi sebenarnya telah tertanam dalam struktur proses-proses politik, sosial, budaya dan ideologi suatu masyarakat. Struktur-struktur itu sudah disusun dan terbangun sedemikian rupa sehingga menjamin kelestarian kekuasaan struktur itu, dengan kata lain, menjamin jalur-jalur penghisapan tenaga kerja golongan-golongan bawah dalam masyarakat. Oleh karena itu, tidak mungkin diharapkan pembongkaran struktur-struktur hanyalah berdasarkan kesadaran golongan atas. Tidak mungkin suatu golongan memotong dalam tempat duduknya sendiri. Hanya kalau masyarakat dapat mengartikulasikan diri, dapat menyatakan pendapat, keinginan, kehendak, dan kritik mereka, maka struktur-struktur yang lebih adil dapat tercipta.
Itulah kiranya beberapa pokok pikiran yang dapat kami berikan sebagai bantuan untuk mengatasi masalah ketidakadilan dalam bidang ekonomi.

Penutup
Berbicara mengenai hukum dalam bidang ekonomi, khususnya di negara kita ibarat mengunyah sebuah permen karet; tak pernah habis terlarut dalam mulut. Oleh karena itu, hal yang hanya dapat dilakukan adalah ketika kita sudah jenuh untuk mengunyah maka segera akan membuangnya. Demikian halnya dengan masalah keadilan dalam bidang ekonomi. Masalah ini telah lama dibicarakan oleh banyak pihak, namun hingga kini masalah ketidakadilan itu tetap ada. Kirannya jelas bahwa yang menjadi persoalan bukanlah sukar untuk mencari solusi melainkan kejenuan dan keterlibatan dirilah yang menyebabkan masalah ketidakadilan ini sering terabaikan.  Kita telah melihat bahwa hanya penegakan hukum dan perubahan dalam semua lapisanlah yang dapat memungkinkan terjadi suatu perubahan. Oleh karena itu, marilah kita berjuang bersama untuk hal itu.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar