Pendahuluan
Definisi ekonomi kreatif hinggga
saat ini masih belum dapat dirumuskan secara jelas. Kreatifitas, yang menjadi
unsur vital dalam ekonomi kreatif sendiri masih sulit untuk dibedakan apakah
sebagai proses atau karakter bawaan manusia. Departemen Perdagangan Republik
Indonesia (2008) merumuskan ekonomi kreatif sebagai upaya pembangunan ekonomi
secara berkelanjutan melalui kreativitas dengan iklim perekonomian yang berdaya
saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Definisi yang lebih
jelas disampaikan oleh UNDP (2008) yang merumuskan bahwa ekonomi kreatif
merupakan bagian integratif dari pengetahuan yang bersifat inovatif,
pemanfaatan teknologi secara kreatif, dan budaya.
Departemen
Perdagangan (2008) mengidentifikasi setidaknya 14 sektor yang termasuk dalam
ekonomi kreatif, yaitu :
1. Periklanan
2. Arsitektur
3. Pasar barang seni
4. Kerajinan (handicraft)
5. Desain
6. Fashion
7. Film, video, dan fotografi
8. Permainan interaktif
9. Musik
10. Seni pertunjukan
11. Penrbitan dan percetakan
12. Layanan komputer dan piranti
lunak
13. Radio dan televisi
14. Riset dan pengembangan
Sebagai contoh, adalah industri
kreatif berupa distro yang sengaja memproduksi desain produk
dalam jumlah kecil. Hal tersebut lebih memunculkan kesan eksklusifitas bagi
konsumen sehingga produk distro menjadi layak untuk dibeli dan
bahkan dikoleksi. Hal yang sama juga berlaku untuk produk garmen kreatif
lainnya, seperti Dagadu dari Jogja atau Joger dari Bali. Kedua industri kreatif
tersebut tidak berproduksi dalam jumlah besar namun ekslusifitas dan
kerativitas desain produknya digemari konsumen.
Dr. Mari Elka Pangestu dalam
Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 menyebutkan beberapa alasan
mengapa industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia, antara lain :
1. Memberikan
kontibusi ekonomi yang signifikan
2. Menciptakan
iklimbisnis yang positif
3. Membangun
citra dan identitas bangsa
4. Berbasis
kepada sumber daya yang terbarukan
5. Menciptakan
inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa
6. Memberikan
dampak sosial yang positif.
Pengembangan Ekonomi Kreatif
sebagai Penggerak Sektor Wisata
Strategi pengembangan ekonomi
kreatif sebagai penggerak sektor wisata dirumuskan sebagai berikut (Barringer)
:
1.
Meningkatkan
peran seni dan budaya pariwisata
2.
Memperkuat
keberadaan kluster-kluster industri kreatif
3.
Mempersiapkan
sumber daya manusia yang kreatif
4.
Melakukan
pemetaan aset yang dapat mendukung munculnya ekonomi kreatif.
5.
Mengembangkan
pendekatan regional, yaitu membangun jaringan antar kluster-kluster industri
kreatif.
6.
Mengidentifikasi
kepemimpinan (leadership) untuk menjaga keberlangsungan dari ekonomi
kreatif, termasuk dengan melibatkan unsur birokrasi sebagai bagian dari leadership dan facilitator.
7.
Membangun
dan memperluas jaringan di seluruh sektor
8.
Mengembangkan
dan mengimplementasikan strategi, termasuk mensosialisasikan kebijakan terkait
dengan pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan wisata kepada pengrajin.
Pengrajin harus mengetahui apakah ada insentif bagi pengembangan ekonomi
kreatif, ataupun pajak ekspor jika diperlukan.
Untuk mengembangkan
kegiatan wisata, daerah tujuan wisata setidaknya harus memiliki
komponen-komponen sebagai berikut (UNESCO, 2009) :
- Obyek/atraksi
dan daya tarik wisata
- Transportasi
dan infrastruktur
- Akomodasi
(tempat menginap)
- Usaha
makanan dan minuman
- Jasa
pendukung lainnya (hal-hal yang mendukung kelancaran berwisata misalnya
biro perjalanan yang mengatur perjalanan wisatawan, penjualan cindera
mata, informasi, jasa pemandu, kantor pos, bank, sarana penukaran uang,
internet, wartel, tempat penjualan pulsa, salon, dll)
Ekonomi kreatif dan
sektor wisata merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan dapat saling
bersinergi jika dikelola dengan baik (Ooi, 2006). Konsep kegiatan wisata dapat
didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus ada something to see,
something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985). Something
to see terkait dengan atraksi di daerah tujuan wisata, something
to do terkait dengan aktivitas wisatawan di daerah wisata, sementara something
to buy terkait dengan souvenir khas yang dibeli di daerah wisata
sebagai memorabilia pribadi\ wisatawan. Dalam tiga komponen tersebut, ekonomi
kreatif dapat masuk melaluisomething to buy dengan menciptakan
produk-produk inovatif khas daerah.
Pada era tradisional,
souvenir yang berupa memorabilia hanya terbatas pada foto polaroid yang
menampilkan foto sang wisatawan di suatu obyek wisata tertentu. Seiring dengan
kemajuan tekonologi dan perubahan paradigma wisata dari sekedar “melihat”
menjadi “merasakan pengalaman baru”, maka produk-produk kreatif melalui sektor
wisata mempunyai potensi yang lebih besar untuk dikembangkan. Ekonomi kreatif
tidak hanya masuk melalui something to buy tetapi juga mulai
merambah something to do dansomething to see melalui
paket-paket wisata yang menawarkan pengalaman langsung dan interaksi dengan
kebudayaan lokal.
Contoh bentuk
pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dapat dilihat pada Tabel
berikut :
Bentuk Pengembangan
Ekonomi Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata
Wisata
|
Ekonomi Kreatif
|
1. Something
to see
|
· Festival (contoh : Jember Fashion Carnival)
· Proses kebudayaan (contoh :
pembuatan kerajinan batik)
|
2. Something
to do
|
Wisatawan berlaku
sebagai konsumen aktif, tidak hanya melihat atraksi dan membeli souvenir tapi
ikut serta dalam atraksi
|
3. Something
to buy
|
Souvenir
(handicraft atau memorabilia)
|
Sumber: Yoeti, 1985
dan diolah
Contoh Adaptasi
Pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata di Kota Sukabumi
Wisata
|
Ekonomi Kreatif
|
1. Something to see
|
PAP Cikundul
|
2. Something to do
|
· Pemandian Air Panas
· Wisata Sungai
· Wisata Seni Pertunjukan
· Jual-Beli Mobil Second
· dll..
|
3. Something to buy
|
Souvenir :
· Kuliner khas Sukabumi
· Batik Sukabumi
· Kerajinan
· Mainan Anak-anak
· dll
|
Untuk mendukung pengembangan batik sukabumi misalnya sebagai
bagian dari industri kreatif sekaligus penggerak wisata, perlu diciptakan linkage antara industri batik dan atraksi wisata Seni Kota Sukabumi. Outlet kerajinan batik sebaiknya diposisikan dekat dengan objek wisata, sehingga
tercipta suatu sistem wisata; wisatawan berkunjung melihat atraksi wisata di
objek wisata, makan di sekitar objek wisata, membeli oleh-oleh makanan khas,
dilanjutkan dengan melihat sekaligus membeli batik Sukabumi sebagai souvenir.
Tantangan Pengembangan Ekonomi
Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata
Pengembangan ekonomi
kreatif sebagai penggerak sektor wisata walau terdengar sangat menjanjikan,
namun tetap memiliki sejumlah tantangan. Tantangan tersebar terkait dengan
keberlanjutan industri kreatif itu sendiri untuk menggerakkan sektor wisata.
Trend wisata cenderung cepat berubah sehingga pengrajin dituntut untuk bisa
menciptakan produk-produk kreatif dan inovatif. Di sisi lain, pengarajin juga
tidak boleh terjebak pada selera pasar karena dapat menghilangkan orisinalitas
dan keunikan produk (Syahram 2000). Ooi (2006), mengindentifikasi sejumlah
tantangan pengembangan sebagai berikut :
1. Kualitas
poduk.
Dengan bertumpu pada pengembangan
wisata, maka produk ekonomi kreatif akan lebih berorientasi pada selera
wisatawan dan diproduksi dalam jumlah yang cukup banyak sebagai souvenir. Hal
ini dapat mengakibatkan hilangnya keunikan ataupun nilai khas dari produk hasil
ekonomi kreatif tersebut.
2. Konflik
sosial terkait dengan isu komersialisasi dan komodifikasi.
Pengembangan ekonomi kreatif
melalui wisata seringkali n”mengkomersialisasikan” ruang-ruang sosial dan
kehidupan sosial untuk dipertontonan pada wisatawan sebagai atraksi wisata.
Bila tidak dikelola dengan melibatkan komunitas lokal, hal ini dapat berkembang
menjadi konflik sosial, karena di beberapa komunitas terdpat ruang-ruang sosial
yang bersifat suci dan tidak untuk dipertontonkan pada wisatawan.
3. Manajemen
ekonomi kreatif.
Dibutuhkan manajemen
ekonomi kreatif yang baik, dengan salah satu fungsinya menentukan ”guideline”
ekonomi kreatif mana yang harus dikembangkan dan mana yang sebaiknya tidak
dikembangkan
Kesimpulan
Sinergi antara ekonomi kreatif dengan sektor wisata merupakan
sebuah model pengembangan ekonomi yang cukup potensial untuk dikembangkan di
Indonesia, termasuk Kota Sukabumi. Untuk mengembangkan ekonomi kreatif sebagai
penggerak sektor wisata dibutuhkan konektivitas, yaitu dengan menciptakan outletproduk-prouk kreatif di lokasi yang strategsi dan dekat dengan lokasi
wisata. Outlet tersebut dapat berupacounter atau sentra kerajinan yang dapat
dikemas dalam paket-paket wisata. Outlet kerajinan berupa
counter atau kios atau toko sebaiknya dikembangkan pada tempat wisata yang
sudah popular seperti PAP Cikundul, Pusat oleh-oleh Mochi Kaswari, dll.. Pada sentra kerajinan wisatawan tidak hanya sekedar membeli souvenir, tetapi juga
melihat proses pembuatannya dan bahkan ikut serta dalam proses pembuatan
tersebut (souvenir sebagai memorabilia).
Menurut saya untuk pengembangan ekonomi kreatif di sector pariwisata
sangat memungkinkan memajukan kesejahteraan masyarakat, selain mengurangi
pengangguran, ekonomi kreatif ini memajukan pengetahuan masyarakat untuk
berfikir kreatif dan ber inovatif. Ada baiknya pemerintah lebih memerhatikan
hal-hal yang dapat membangun ekonomi masyarakat, misalnya seperti budaya di
Yogyakarta, masyrakat di sana lebih mementingkan budaya mereka agar budaya
mereka tidak hilang, melainkan dapat memajukan perekonomian di sana.
Sumber:
http://blog.kangendud.web.id/2011/12/konsep-pengembangan-pariwisata-berbasis.html