Negara Hukum Indonesia jelas bukan sekedar
kerangka bangunan formal tapi lebih daripada itu ia merupakan manifestasi dari
nilai-nilai dan norma-norma, seperti, kebersamaan, kesetaraan, keseimbangan,
keadilan yang sepakat dianut bangsa indonesia. Nilai-nilai luhur itu berasal
dari berbagai sumber seperti, agama, budaya, Social, serta pengalaman hidup
bangsa Indonesia. Permasalahan Penegakan hukum (Law Enforcement) senantiasa
menjadi persoalan menarik banyak pihak. Terutama karena adanya ketimpangan
interaksi dinamis antara keadaan ekonomi di Indonesia dengan aspek hukum dalam
realita.
Terciptanya suatu
masyarakat yang adil dan makmur adalah cita-cita setiap negara. Keadilan dan
kemakmuran bukanlah dua hal yang mudah atau gampang untuk diwujudkan. Untuk
mewujudkannya perlulah komitmen kebangsaan yang konsekwen dan sungguh-sungguh.
Cermatilah realitas yang ada di Indonesia, keadilan dan kemakmuran nampaknya
menjadi dua hal imposible. Mengapa demikian? Realitas yang ada
membuktikan bahwa keadilan dan kemakmuran jauh dari negara ini. Di mana-mana
terjadi ketidakadilan, yang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin terus
melarat. Kemiskinan tampaknya bukan lagi masalah baru yang ada di dunia,
terlebih di negara Indonesia. Nampaknya kemiskinan telah menjadi nenek
moyang kita yang terus hadir dan mendampingi kita hingga saat ini.
Masalah kemiskinan bukanlah suatu masalah yang timbul dengan sendirinya
atau tanpa sebab. Kemiskinan dan pemerkosaan hak-hak kaum kecil bukanlah
terjadi secara alamiah, melainkan terjadi karena ketidakadilan. Ketidakadilan
bukanlah barang atau sesuatu yang unik dan langkah dalam pengalaman kita, namun
sudah menjadi hal yang biasa dan mungkin sering menjadi konsumsi kita dalam
hidup setiap hari, tapi apakah itu benar? Jawabannya kita sendiri yang
tahu.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa keadilan dalam bidang ekonomi di
negara kita belum terwujud sebagaimana yang diharapkan. Pancasila dan UUD’45
telah menegaskan hal itu, namun sampai saat ini bangsa Indonesia, pemerintah
dan masyarakat masih terus berupaya kearah itu, yakni upaya untuk menciptakan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu aspek dari keadilan
sosial adalah keadilan di bidang ekonomi. Berikut ini adalah sedikit penjelasan
kami mengenai (masalah) keadilan dalam bidang ekonomi yang ada di negara
Indonesia.
Ekonomi dan Hukum
Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan
antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
jumlahnya terbatas.
Sehingga, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran.
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa
ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi
sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum Ekonomi di bedakan menjadi 2,yaitu :
1. Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran
hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi
Indonesia secara Nasional.
2. Hukum Ekonomi social, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum
mengenai cara-cara pembangian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil
dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.
Asas-asas hukum ekonomi indonesia :
a. Asas manfaat
b. Asas keadilan dan pemerataan yang berperikemanusiaan.
c. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan.
d. Asas kemandirian yang berwawasan kebangsaan.
e. Asas usaha bersama atau kekeluargaan
f. Asas demokrasi ekonomi.
g. Asas membangun tanpa merusak lingkungan.
Dasar hukum ekonomi Indonesia :
a. Uud 1945
b. Tap mpr
c. Undang-undang
d. Peraturan pemerintah
e. Keputusan presiden
f. Sk menteri
g. Peraturan daerah
Ruang lingkup hukum ekonomi jika didasarkan pada klasifikasi internasional
pembagiannya sbb:
1. Hukum ekonomi pertanian atau agraria,
2. Hukum ekonomi
pertambangan.
3. Hukum ekonomi industri, industri pengolahan
4. Hukum ekonomi bangunan.
5. Hukum ekonomi perdagangan, termasuk juga norma-norma mengenai perhotelan dan
pariwisata.
6. Hukum ekonomi prasarana termasuk gas, listrik air, jalan.
7. Hukum ekonomi jasa-jasa, profesi dokter, advokad, pembantu rumah tangga,
tenaga kerja.
8. Hukum ekonomi angkutan.
9. Hukum ekonomi pemerintahan termasuk juga pertahanan dan keamanan (hankam)
dll.
Sumber Hukum Ekonomi :
a. Meliputi : perundang-undangan; perjanjian; traktat;jurisprudensi; kebiasaan
dan pendapat sarjana (doktrin)
b. Tingkat kepentingan dan penggunaan sumber-sumber hukum. Hal ini sangat
tergantung pada kekhususan masing-masing masalah hukum atau sistem hukum yang
dianut di suatu negara.
Fungsi Hukum Ekonomi dalam Pembangunan :
a. Sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan
b. Sebagai sarana pembangunan
c. Sebagai sarana penegak keadilan
d. Sebagai sarana pendidikan masyarakat
Tugas Hukum Ekonomi :
a. Membentuk dan menyediakan sarana dan prasarana hukum bagi
b. Peningkatan pembangunan ekonomi
c. Perlindungan kepentingan ekonomi warga
d. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
e. Menyusun & menerapkan sanksi bagi pelanggar
f. Membantu terwujudnya tata ekonomi internasional baru melalui sarana &
pranata hukum.
Pemahaman tentang Keadilan dan Ekonomi
1. Konsep tentang keadilan
Setiap orang mendambakan keadilan. Dambaan akan keadilan menyebabkan
orang terus memperjuangkan keadilan. Keadilan terus-menerus dicari dan
diperjuangkan. Perjuangan dan pencarian keadilan ini sudah berlangsung sejak
lama (sejak zaman dahulu). Orang dengan kemampuan dan usaha yang besar
terus-menerus memperjuangkan keadilan. Apa sebenarnya keadilan itu sampai orang
terus memperjuangkannya?
1.1. Menurut pemahaman beberapa filsuf
a. Pandangan Socrates tentang keadilan
Socrates berpandangan bahwa keadilan adalah keadaan di mana pemerintah
dengan rakyatnya terdapat saling pengertian yang baik. Bila para penguasa telah
mematuhi dan mempraktekkan ketentuan-ketentuan hukum dan bila pemimpin negara
bersikap bijaksana dan memberi contoh kehidupan yang baik. Tegasnya keadilan
itu tercipta bilamana setiap warga sudah dapat merasakan bahwa pihak
pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Dari pandangan ini keadilan
hanya dititik beratkan pada para pemimpin atau pejabat saja.
b. Pandangan Plato tentang Keadilan
Plato berpandangan bahwa keadilan adalah ikatan yang mempersatukan suatu
masyarakat, suatu persatuan yang harmonis dari individu-individu, di mana
masing-masing menunaikan tugas hidupnya sesuai dengan bakat dan pendidikannya.
c. Pandangan Aristoteles tentang keadilan
Lain halnya dengan Socrates dan Plato, Aristoteles mengemukakan
pandangannya tentang keadilan. Keadilan menurut Aristoteles adalah berhubungan
dengan tingkah laku manusia, yakni mengenai kelayakan dalam tindakan manusia.
Kelayakan ini dimaksudkan sebagai titik tengah di antara dua ujung
ekstrim yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Ini berarti bahwa keadilan
merupakan keadaan yang setara atau sesuai dengan proporsi.
d. Pandangan Kong Hu Cu tentang keadilan
Kong Hu Cu berpandangan bahwa keadilan adalah keadaan di mana anak
berperan sebagai anak, ayah sebagai ayah, raja sebagi raja masing-masing telah
melaksanakan kewajibannya. Kong Hu Cu mengartikan keadilan merujuk pada
pelaksanaan peran dan fungsi masing-masing dari suatu status tertentu.
1.2. Pandangan Kaum Komunis tentang keadilan
Bagi kaum Komunis, yang disebut keadilan ialah apabila masing-masing
orang mendapat bagian yang sama. Hal ini tercermin dari doktrin mereka “sama
rata sama rasa”.
1.3. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
WJS Poerwadarminta dalam KUBI mengartikan kata adil dengan tidak berat
sebelah atau tidak memihak.
Keadilan pada umumnya adalah keadaan atau situasi di mana setiap orang
memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama
dari kekayaan kita besama. Dengan demikian berarti bahwa keadilan adalah
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Berbuat adil berarti menghargai dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sebaliknya berbuat tidak adil
berarti menginjak-injak harkat dan martabat manusia.
Keadilan itu dapat dibagi dua:
Keadilan Individual: Keadilan yang tergantung dari kehendak baik atau
buruk dari masing-masing individu. Ini berarti bahwa keadilan individu
tergantung pada sikap seorang individu.
Keadilan Sosial: Keadilan yang pelaksanaanya tergantung dari
struktur-struktur kekuasan dalam masyarakat. Maka membangun keadilan sosial
berarti menciptakan struktur-struktur yang memungkinkan pelaksanaan keadilan.
1.4. Karakteristik Keadilan
Karakteristik keadilan menurut John Stuart Mill (1806-1873):
Keadilan menyangkut penghargaan atas hak legal
Keadilan menyangkut penghargan atas hak moral
Keadilan menyangkut/ berhubungan dengan kepatuhan dalam konteks
komparasi
Keadilan menyangkut hal kepercayaan
Keadilan menyangkut sikap netral
Keadilan berkaitan dengan kesamaan nilai
2. Konsep tentang ekonomi
Ekonomi berasal dari kata Yunani, yakni oikonomia yang berarti keahlian
mengurus rumahtangga secara bijaksana dan teratur. Bilamana orang mendapat
hasil sebesar-besarnya dengan pengeluaran. Usaha dan alat sesedikit mungkin,
maka ia bertindak ekonomis rasional.
Para ahli, merumuskan ekonomi sebagai usaha dan tindakan manusia untuk
mencukupi kebutuhannya akan benda-benda, yang terbatas jumlahnya. Tujuan setiap
ekonomi adalah untuk menciptakan keseimbangan tetap antara kebutuhan dan
persediaan. Karena baik jumlah penduduk dan konsumsi senantiasa bertambah, maka
kebutuhan terus-menerus meningkat.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan keadilan dalam bidang
ekonomi adalah satu keadaan atau situasi di mana setiap orang memperoleh
apa yang menjadi haknya. Ini lantas berarti bahwa keadilan dalam bidang ekonomi
adalah perlakuan yang adil bagi setiap orang untuk mendapatkan penghidupan yang
layak sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada.
II. Realitas Ketidakadilan dalam bidang Ekonomi di Indonesia
Dalam sejarahnya masyarakat Indonesia mengalami berbagai cara pengaturan
ekonomi. Sebelum penjajahan Belanda dan Jepang, rupanya ada semacam sistem
pengaturan yang bercorak feodal sesuai dengan sistem sosial kemasyarakatan yang
ternyata tumbuh waktu itu. Sistem itu tampaknya cukup memuaskan semua pihak:
yang di atas mendapat banyak hak tetapi juga memberikan banyak, yang di bawah
mendapat sedikit tetapi toh merasa bahagia karena dilindungi. Di kalangan
rakyat sendiri terasakan ketenteraman serta kesamaan nasib, bebas dari
persaingan maupun kecemburuan sosial, sebab kemakmuran mereka rata-rata sama
saja. Bahwa para rakyat itu kaya, itu mereka maklumi, bahkan mereka dukung
dengan senang hati. Kalau raja makmur, mereka kan juga bangga!
Dengan kedatangan penjajah Belanda, sistem feodal itu di beberapa tempat
“didampingi” dengan usaha-usaha dan pengaturan ekonomi “kapitalis”. Orang-orang
Belanda memanfaatkan kekuasaan politis mereka untuk mencari keuntungan besar
melalui perusahaan-perusahaan besar maupun melalui peraturan-peraturan yang
menunjang usaha itu. Sementara itu, sistem feodal masih dibiarkan berjalan di
banyak tempat, karena tidak dirasakan sebagai penghalang yang berarti bagi
usaha kapitalis mereka.
Menurut banyak pengamat, dua sistem ekonomi masyarakat tersebut bertahan
cukup lama setelah kemerdekaan. Memang, secara teoretis telah diusahakan
perencanaan ekonomi masyarakat berdasarkan sistem-sistem ekonomi klasik,
kadang-kadang sistem pasar bebas, kadang-kadang sistem ekonomi komando. Tetapi
dalam kenyataan yang sesungguhnya rupanya sistem feodal dan sistem kapitalis
itulah yang lebih berjaya. Bahkan ada yang menyatakan bahwa hal itu masih
berlaku sampai sekarang, walaupun “yang di atas” dan “yang berkapital” bukan
lagi para raja atau tuan-tuan Belanda, melainkan penguasa-penguasa politik dan
ekonomi yang baru.
Sistem foedal dan sistem kapitalis bagi kita yang secara sepihak akan
mengatakan bahwa kedua sistem itu bukanlah sistem yang tepat dan adil sebab
masih ada yang mengalami kemelaratan dan perlakuaan yang tidak adil. Tapi itu
adalah sejarah yang terjadi di masa lalu. Lantas bagaimana dengan keadaan
ekonomi kita sekarang ini? Sudahkah masyarakat kita hidup dalam kemakmuran dan
keadilan? .
Hidup dalam kemakmuran dan keadilan nampaknya adalah satu mision
imposible, tapi rasa-rasanya bisa saja mungkin. Argumen kami tentang
keadilan dan kemakmuran adalah satu misi yang tidak mungkin karena kami melihat
realitas dunia terlebih yang ada di Indonesia masih banyak terjadi kepincangan
dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, teristimewa dalam segi ekonomi. Dalam
sejarah perekonomian kita telah terjadi banyak penyimpangan dan penyesatan yang
menyebabkan banyak masyarakat mengalami kemelaratan dan bahkan kemiskinan.
Kemelaratan ini disebabkan oleh ketidakadilan. Konsumerisme telah mengakibatkan
banyak kaum lemah merasa dirugikan. Seperti halnya dengan adanya perlakuan yang
tidak adil terhadap kaum buruh, upah yang rendah. Ini merupakan satu contoh
konkret dari bentuk ketidakadilan yang terjadi. Upah yang terlalu rendah
berarti buruh tidak mendapatkan atau memperoleh bagian yang wajar dari nilai
yang diciptakannya dalam pekerjaannya. Jadi buruh hanya memperoleh sebagian
dari pekerjaannya, sisanya diambil oleh majikan, inilah ketidakadilan. Namun,
majikan dengan rasionalisasi berargumen bahwa hubungan antara buruh dan majikan
berdasarkan suatu kontrak yang bebas dan karena itu dianggap adil, padahal
buruh tidak mempunyai pilihan lain karena harus hidup. Karena buruh terjepit
tenaganya bisa dihisap atau dikerut. Contoh perlakuan terhadap kaum buruh ini
hanya merupakan salah satu contoh ketidakadilan yang terjadi di bidang ekonomi,
contoh-contoh lain seperti komersialisme para TKW dan gadis-gadis yang
dijadikan wanita penghibur, kenaikan harga barang yang tidak sesuai dengan
pendapatan masyarakat, khususnya masyarakat kecil dan marginal.
Sadar atau tidak sadar, de facto telah terjadi banyak ketidakadilan yang
menyengsarakan rakyat.
Pertanyaannya sekarang: Apakah keadaan terpuruk seperti ini dapat
diatasi? Realitas di atas telah menunjukkan secara jelas bahwa pertanyaan ini
telah digumuli sejak dahulu kala. Namun hasilnya masih tetap sama saja. Akar
permasalahannya kirannya jelas bahwa terjadi suatu praktek ketidakadilan dalam
bidang ekonomi. Lantas, apa yang hendak diperbuat untuk mengatasi realitas
ketidakadilan tersebut? Pertanyaan ini mengacu pada suatu pertanyaan lanjutan:
Bagaimana dapat mewujudkan keadilan itu? Pokok ini akan dibahas secara khusus
dalam bagian berikut.
III. Mewujudkan Keadilan dalam bidang Ekonomi
Keadilan dalam bidang ekonomi merupakan bagian dari keadilan sosial.
Keadilan sosial seperti yang telah dipaparkan dalam pertama, yakni keadilan
yang pelaksanaanya tergantung dari struktur-struktur kekuasan dalam masyarakat.
Maka membangun keadilan sosial berarti menciptakan struktur-struktur yang
memungkinkan pelaksanaan keadilan. Struktur-stuktur itu menyangkut bidang
politik, ekonomi, hukum, budaya, pertahanan dan keamanan. Untuk mewujudkan
keadilan sosial itu berarti bahwa keadilan dalam bidang ekonomi pun harus
terwujud.
Dalam batang tubuh UUD’45 pasal 33 dengan bagus diungkapkan dua
ketentuan yang amat penting: suatu pembatasan hak milik pribadi mutlak terhadap
alat-alat produksi, dan suatu penetapan tujuan dan tanggung jawab usaha
ekonomi yang harus dijamin oleh negara, ialah sebesar-besarnya oleh kemakmuran
rakyat. Pernyataan dalam UUD’45 ini secara jelas dan dengan resmi menetapkan
bahwa pembangunan ekonomi harus demi untuk kesejahteraan rakyat. Ini berarti
bahwa pembangunan yang terjadi hanya demi kepentingan pribadi atau golongan
secara ekstrim dapat dikatakan tidak adil atau tidak sesuai dengan komitmen
kebangsaan.
Keadilan dalam bidang ekonomi hanya akan terwujud apabila orang
menyadari akan pentingnya keadilan itu sendiri bagi kehidupan, bukan hanya
sekedar menyadarinya namun mengamalkannya.
Hal pertama yang perlu dicermati dan
dipahami adalah landasan hukumnya. Dalam pasal 33 UUD’45 termaktub 5 ciri
sistem perekonomian Pancasila, yakni:
Pertama, dalam sistem ekonomi pancasila koperasi adalah sokoguru
perekonomian.
Kedua, perekonomian Pancasila digerakkan oleh ransangan-ransangan
ekonomi, sosial dan yang palin penting adalah moral.
Ketiga, perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Esa, sehingga dalam perekonomian Pancasila terdapat solidaritas sosial;
Keempat, perekonomian Pancasila berkaitan erat dengan Persatuan
Indonesia, yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi.
Kelima, sistem perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya
keseimbangan antara perencanaan sentral dengan tekanan dan desentralisasi di
dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekonomi.
Jelaslah bahwa perekonomian diatur dalam perudang-undangan dan untuk itu
perlulah untuk ditaati dan diamalkan dalam setiap segi kehidupan.
Ada beberapa hal yang kiranya boleh menjadi solusi bagi perwujudan
keadilan dalam bidang ekonomi:
Pertama-tama perlulah dirumuskan apa yang menjadi tujuan suatu usaha
untuk menciptakan suatu keadilan ekonomi. Penghapusan ketidakadilan yang paling
kasar kami anggap sebagai suatu yang adil yang harus menjadi tujuan pembangunan
yang paling pertama. menurut hemat kami, keadilan sekurang-kurangnya menuntut
agar diubah struktur-struktur yang memaksa seseorang untuk tetap miskin dan
yang membuatnya sedemikian tak berdaya sehingga ia menjadi korban segala macam
penindasan. Jadi penghapusan syarat-syarat yang mengabdikan kemiskinan dan
penindasan terhadap orang lemah itulah yang kami anggap tujuan terpenting dan
paling pertama dalam setiap usaha untuk mengubah masyarakat.
Kiranya perlu diadakan penilaian kembali terhadap fungsi pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan yang cepat justru sering memperkaya mereka yang sudah
kaya. Maka perlu diusahakan suatu pertumbuhan ekonomi di mana pembagian
hasil-hasilnya yang lebih adil sudah termasuk struktur produksi.
Perlu dipikirkan kembali apa yang seharusnya menjadi tujuan suatu
pembangunan yang mau menciptakan prasarana-prasarana bagi perkembangan
anggota-anggota masyarakat sebagai manusia-manusia yang utuh.
Ketidakadilan ekonomi sebenarnya telah tertanam dalam struktur
proses-proses politik, sosial, budaya dan ideologi suatu masyarakat.
Struktur-struktur itu sudah disusun dan terbangun sedemikian rupa sehingga
menjamin kelestarian kekuasaan struktur itu, dengan kata lain, menjamin
jalur-jalur penghisapan tenaga kerja golongan-golongan bawah dalam masyarakat.
Oleh karena itu, tidak mungkin diharapkan pembongkaran struktur-struktur
hanyalah berdasarkan kesadaran golongan atas. Tidak mungkin suatu golongan
memotong dalam tempat duduknya sendiri. Hanya kalau masyarakat dapat
mengartikulasikan diri, dapat menyatakan pendapat, keinginan, kehendak, dan
kritik mereka, maka struktur-struktur yang lebih adil dapat tercipta.
Itulah kiranya beberapa pokok pikiran yang dapat kami berikan sebagai
bantuan untuk mengatasi masalah ketidakadilan dalam bidang ekonomi.
Penutup
Berbicara mengenai hukum dalam bidang ekonomi, khususnya di negara kita
ibarat mengunyah sebuah permen karet; tak pernah habis terlarut dalam mulut.
Oleh karena itu, hal yang hanya dapat dilakukan adalah ketika kita sudah jenuh
untuk mengunyah maka segera akan membuangnya. Demikian halnya dengan masalah
keadilan dalam bidang ekonomi. Masalah ini telah lama dibicarakan oleh banyak
pihak, namun hingga kini masalah ketidakadilan itu tetap ada. Kirannya jelas
bahwa yang menjadi persoalan bukanlah sukar untuk mencari solusi melainkan
kejenuan dan keterlibatan dirilah yang menyebabkan masalah ketidakadilan ini
sering terabaikan. Kita telah melihat bahwa hanya penegakan hukum dan
perubahan dalam semua lapisanlah yang dapat memungkinkan terjadi suatu
perubahan. Oleh karena itu, marilah kita berjuang bersama untuk hal itu.
Sumber :